Takut Salah? Kapan Mau Berkembang?
Problem seperti ini yang biasanya dihadapi oleh sebagian orang. Kita terkadang takut untuk melakukan sesuatu karena kita takut salah, walaupun kita belum mencobanya kita terkadang sudah memiliki bahwa kesalahan atau kegagalan itu pasti akan terjadi nanti. Pada akhirnya kita akan menjadi manusia yang serba takut dan tidak mau mencoba terlebih dahulu.
Tidak munafik memang, Setiap orang tentu ingin apa yang dia lakukan atau ucapkan selalu benar atau pun menang dan sangat takut apa yang ia lakukan atau ucapkan akan salah atau pun gagal. Akan tetapi, terkadang kita lupa, kalau kita selalu benar atau menang kapan kita tahu rasanya menjadi salah atau gagal? Kapan kita akan menjadi orang yang mampu menerima? Dan hal yang terpenting kapan kita akan berkembang?
Selalu menjadi yang benar atau pemenang bukan jaminan bahwa seseorang berkembang. Justru saat dia tidak pernah merasakan apa itu namanya salah dan gagal dia tidak akan pernah tahu sejauh mana kemampuan yang dia miliki saat itu. Dia akan merasa dirinya sudah benar dan tidak ada yang perlu diperbaiki dari dirinya. Pada akhirnya dia akan stagnan di posisi itu. Tidak akan berkembang dan selalu sama. Tidak mau belajar lagi dan merasa cukup. Dia akan takut untuk keluar dari zona nyaman dan amannya, sehingga dia hanya akan tahu lingkaran kehidupannya hanya sebatas itu, tidak bisa melebar atau pun meluas.
Apa yang aku tulis saat ini adalah sepotong kisah tentang aku dulu. Aku yang teramat takut akan namanya SALAH dan GAGAL. Hingga sebuah cerita membuatku sadar bahwa kalau tidak pernah salah dan gagal kapan aku akan berkembang?
Singkat cerita, aku teramat senang dengan dunia tulis menulis. Aku sangat senang merangkai kata menjadi sebuah bait puisi nan indah. Menggabungkan kalimat demi kalimat menjadi paragraf utuh cerpen nan manis dan romantis. Dengan bakat yang aku miliki tersebut, aku teramat kurang dalam hal percaya diri. Aku bahkan tidak pernah menunjukkan karya-karya itu kepada siapapun, kecuali lewat mading sekolah, tugas atau pun sekedar iseng menulisnya di blog. Itupun dengan pertimbangan panjang dan menurutku karya itu adalah yang terbaik, sehingga berani aku publikasikan.
AKU MALU. AKU TAKUT SALAH. AKU TAKUT KARYAKU TIDAK AKAN DIPUJI ORANG DAN TIDAK DITERIMA. BELUM MENCOBA DAN AKU SUDAH MENYERAH. Tidak sedikit dukungan dari teman-teman untuk mempublikasikan karya dengan mengikuti lomba atau membukukannya dalam sebuah buku. Tapi aku takut gagal. Bahkan aku pernah mendapat tawaran untuk memasukkan tulisanku ke sebuah percetakan untuk diterbitkan. Akan tetapi karena ketakutan dan kecemasanku hal itu tidak pernah terjadi. Karya-karya itu justru aku hapus dan aku bakar.
Aku tidak berhenti menulis. Aku tetap melakukannya dan aku menikmati. Menulis hanya untuk diriku sendiri. Hingga suatu hari aku menulis tentang ceritaku dan hijab di Facebook. Aku memposting tulisan itu hanya sekedar iseng saja. Hingga seorang berkomentar bahwa dia suka tulisan aku. Suka gaya bahasanya yang simple namun tetap berisi jadinya enak dibaca. Saat itu juga aku tersentuh. Kenapa dari dulu aku tidak pernah berani memposting tulisan-tulisan ini? Kenapa aku biarkan tulisan-tulisan itu untuk tetap diam di folder Dokumen Pribadi? Kenapa tidak ada niat untuk membuat tulisan itu sebagai kisah inspiratif untuk orang lain? Aku menyesal. Kenapa aku tidak berani masuk ke dunia jurnalistik? Padahal ada teman yang dengan senang hati mengirimkan data koran beserta tema yang akan diterbitkan tiap harinya. Dia berharap suatu hari tulisanku dimuat di salah satu koran tersebut. Tapi berita itu justru aku abaikan.
Hingga pada akhirnya ada seseorang yang memintaku untuk meliput dan menulis acara yang sedang dijalankan oleh jurusan kami khususnya oleh MPI 14. Aku dengan senang hati memenuhi permintaan itu dan menulis apa yang berkaitan dengan acara tersebut, yaitu Baksos MPI 14 We Care We Share Training Motivation For Excellent Student. Bahagianya lagi tulisan tersebut di terbitkan di koran Harian Jogja. Akan tetapi ada satu hal yang membuatku kecewa. tulisan utuh dari baksos itu justru dikirim oleh orang lain ke koran yang berbeda dan atas nama dia, bukan namaku. Hal ini justru memberikan tamparan keras untukku. Kenapa dari awal aku tidak mencoba untuk mengirimnya sendiri? Kenapa aku terlalu takut tulisan itu akan ditolak dan aku gagal kenapa? Aku belum mencoba mungkin?
Aku mulia malas menulis lagi saat itu, hingga aku melihat seorang teman yang dengan kerja kerasnya ingin aktif di dunia menulis. Dia yang semangat untuk mulai berlatih membuat berita, cerpen, esssay dan lain-lain. Ini teramat menyentuhku. Dia bahkan menyemangatiku untuk terus menulis. Berani memposting karyaku dan bulat tekadku untuk aktif di dunia menulis kembali.
Sejak saat itulah rasa takut akan gagal dan salah mulai aku kendalikan. Misalkan ketika perkuliahan, biasanya aku akan takut jika ditanya oleh dosen dan tidak memiliki jawaban yang pasti. Namun, sekarang aku sedikit mengabaikan hal tersebut. Yang penting aku berani mencoba, urusan benar atau tidaknya itu nanti. Atau aku yang sudah bisa menerima arti sebuah kegagalan setelah merasakan bagaimana ditolak lewat jalur SNMPTN dan SBMPTN dan sekarang aku juga meraskaan gagal di Student Mobility Program. Tapi berbeda dengan yang dulu. Aku yakin dan percaya dibalik kegagalan ini ada cerita lain yang lebih indah dibaliknya.
Percayalah kawan, jangan pernah takut untuk mencoba hanya karena takut salah dan gagal.
Cobalah agar kamu tahu sejauh mana kamu siap untuk masa depanmu.
Yogyakarta, 20 November 2015
Taman Fakultas SAINTEK
17.35
Komentar
Posting Komentar