Ketika sesuatu tak ditempatkan pada tempatnya, sesungguhnya
sudah dzalim kau terhadap kehidupan ini.
Sebagai peserta sebuah acara yang dinamakan soft skill kami mengikuti materi yang
disampaikan dengan antusias pada awalnya. Seorang yang pernah menjabat sebagai
rektor sebuah universitas ternama menyampaikan materi pertama tentang bagaimana
cara mengembangkan diri kita sebagai manusia yang kreatif.
Kami mengikuti materi pertama dengan penuh rasa
semangat dan antusias, walaupun kami tahu bahwa acara ini sebenarnya hanya
untuk menghabiskan anggaran yang tersisa saja karena kegiatan mahasiswa yang
vakum seiring dengan vakumnya HMJ yang ada. Tapi setidaknya materi yang
disampaikan pada acara ini tentu akan membawa manfaat bagi kami saat ini dan di
kemudian hari.
Istirahat 10 menit setlah materi 1 dilanjutkan
dengan materi yang kedua dengan pemateri yang tentu saja berbeda dan membuat
suasana yang berbeda pula. Materi yang seharusnya bertema kepemimpinan dalam
pendidikan ini justru berbau hal lain, yang menurut saya bersifat diskrimantif
dan tidak seharusnya disebut dalam kegaiatan yang mereka namai soft skiil ini.
Cerita pun dimulai. Pertama penyebutan nama
salah satu organisasi mahasiswa ekstra. Pemateri yang ingin menyebut nama tokoh
yang bertindak korupsi menurut saya hanya perlu menyebut namanya saja. Tidak
perlu dengan nama organisasi atau partai atau embel-embel lain tentang latar
belakangnya. Ini masalah personalnya bukan masalah yang lain.
“Mohon maaf mungkin disini ada yang aktivis ***,
mohon maaf sekali, bahwasannya pak A*** itu kan dari situ dan dari partai
D******* nah itu kan korupsi padahal orang organisasi itu”
Menurut saya pribadi kalimat itu sebenarnya
tidak usah diucapkan. Ini bukan forum atau dalam kapasitas bahasannya menurut
saya. Selain itu, tidak perlu banyak-banyak lah dalam menyebut nama tokoh yang
bermasalah beserta nama organisasi dan partainya terlalu berlebihan. Ada
saatnya dan lingkupnya masing-masing.
Kedua, permasalahan ada kami sebagai jurusan
dengan fokus ilmu minoritas. Meskipun kami di dalam tarbiyah fokus utama
jurusan yang kami pilih ini bukan untuk menjadi seorang pendidik. Seharusnya
dari pihak fakultas menyadari betul arti kata ilmu dalam lingkup fakultas dan
tidak melupakannya. Karena notabennya dari semua jurusan, hanya MPI-lah yang
membahas masalah keilmuan secara spesifik. Seolah sekarang kami pun dituntut
untuk menjadi seorang pendidik (keguruan) namun esensi dari ilmu tarbiyahnya
justru menghilang dari fakultas tercinta ini. Selama acara tidak pernah jurusan kami
disinggung dalam hal keilmuan yang justru seharusnya disampaikan kepada
teman-teman jurusan lain.
Esensi dari kegiatan ini pun kurang efektif menurut saya pribadi dan jauh berbeda dengan
pendidikan karakter yang dilakukan pada tingkat universitas oleh KCBC (Kalijaga Character Building Center)
Komentar
Posting Komentar