Langsung ke konten utama

Pojok Afkaaruna



THINKING CHAIR
“MELATIH ANAK BERFIKIR DEWASA”
           
            Dewasa secara fisik akan mutlak dialami oleh setiap orang. Namun, dewasa secara fikiran akan menjadi pilihan bagi mereka. Dewasa secara fikiran artinya, seseorang telah mampu memahami lingkungan sekitarnya, mensyukuri apa yang ada dalam dirinya, dan mencoba melakukan hal positif sejauh apa yang dia bisa. Pendidikan merupakan salah satu sarana dimana berfikir dewasa akan dilatih sedini mungkin. Dengan adanya lembaga sekolah baik itu formal maupun non formal akan melatih sesorang untuk berfikir secara dewasa, tanpa terkecuali untuk anak-anak. Usia anak-anak bukan berarti mereka juga befikir kanak-kanak, akan tetapi dengan budaya yang diterapkan tidak menutup kemungkinan akan adanya perbedaan pola fikir dari kanak-kanak menjadi dewasa.
            Afkaaruna Islamic School Yogyakarta, sebuah lembaga pendidikan Islam yang berbasis madrasah ini, mencoba menerapkan pembelajaran kepada anak-anak untuk berfikir dewasa dengan cara yang berbeda. Salah satu metode yang diterapkan adalah dengan adanya “Thinking Chair”. Apa itu Thingking Chair?. Thingking Chair atau dengan kata lain kursi berfikir adalah sebuah metode mendidik anak dengan menyuruh mereka (yang melakukan kesalahan, melanggar aturan, atau berperilaku tidak baik) untuk duduk di kursi yang telah disediakan agar berfikir apakah tindakan yang mereka lakukan sudah baik ataukah belum. Hal demikian dilakukan agar anak mampu menyadari akan perbuatan yang mereka lakukan itu salah ataukah benar, sehingga tidak ada kata kata guru mendidik dengan kekerasan. Metode ini dipilih tidak lain adalah menyuruh anak untuk berfikir dewasa dan menghargai lingkungan sekitarnya. Melatih anak untuk berfikir dewasa memang butuh kesabaran. Sebenarnya bukan menjadi tuntutan mereka untuk demikian, akan tetapi dengan melatih anak-anak berfikir dewasa juga mengajarkan mereka agar siap menghadapi lingkungan yang sebenarnya, tidak manja, kuat, dan semangat menjalani hari harinya.
            Thinking Chair mungkin agak terdengar kejam menurut sebagian orang diantara kita, karena anak-anak usia TK harus siap dikucilkan oleh teman-temannya jika duduk di kursi tersebut, akan tetapi percayalah hal tersebut tidak bersifat permanen, hanyalah sementara. Dengan merasa dirinya dikucilkan dan tidak memilki teman, maka anak tersebut akan berfikir dengan sungguh-sungguh akan perbuatannya. Awlanya mungkin akan menjadi sangat kasihan dan berat bagi si anak, akan tetapi hal ini lebih baik daripada mengeluarkan kata-kata kasar kepada si anak dan memarahinya.
            Thinking Chair sebagai pola pendidikan kepada anak-anak secara dewasa dengan demikian mengajarkan kepada kita bahwa mendidik anak-anak tidaklah harus dengan pola tradisional dan mononton. Nyatanya ada banyak pola pendidikan lain yang dapat kita terapkan, memadukan pola tradisional dalam kehidupan modern, dengan harapan agar anak-anak yang kita didik nantinya menjadi generasi emas bangsa yang mampu membawa Indonesia ini lebih baik lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Guru Inspiratif

           Sore ini sudah cukup nongkrong di perpustakaan. Mau lanjut untuk observasi ke TPA PAMA di Papringan yang nantinya akan saya posting hasil observasinya untuk temen-temen tentang salah satu pelaksana pendidikan Islam ini. Hampir saja kelupaan ada tugas untuk mencari artikel tentang Sumber Daya Manusia Pendidikan sebagai tugas Pengantar Ilmu Manajemen untuk mengganti pertemuan hari Kamis yang libur kemarin. Akhirnya pilihan artikel jatuh pada tulisan ibu Saprilina Ginting, S.Pd yang mengangkat tema guru inspiratif. Hmmm.. menarik bukan? Nah di tugas pak Misbah kali ini kita diminta untuk membuat pointers dengan ketentuan minimal 15 baris. Next time juga akan aku posting bagaimana pointers dan kesimpulan yang bisa aku ambil dari artikel ini. see you next time :) Menjadi Guru Inspiratif, Modal Berharga Bagi Masa Depan Siswa             Senin, 5 Mei 2015 Bagi sebahagian orang, menjadi seorang guru bukanlah perkara sulit, walaupun bukan dari latar belakang pend

contoh makalah BTQ

MAKALAH BTQ QALQALAH DAN AL-TA’RIF     Guru pengampu : Bp. Anwar, S.pd.I Disusun oleh     : Alfiatur Rohmah                                     Etika Rohma Shofiana   Madrasah Aliyah Negeri Bawu Jepara Tahun Pelajaran 2012/2013 BAB I PENDAHULUAN       Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah F ardu Kifayah, akan tetapi mempergunakan ilmu itu dalam membaca Al-Qur’an adalah fardhu’ain (wajib). Sebagaimana kita ketahui bahwa Rasulullah SAW selalu membaca Al-Qur’an dihadapan malaikat jibril. Oleh karena itu, kita sebagai umat beliau hendaknya mengikuti apa yang beliau lakukan. Namun sayangnya masih banyak manusia yang belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar yang sesuai dengan ilmu tajwid. Sebenarnya hal tersebut perlu kita waspadai, karena apabila kita tidak membaca ayat suci Al-Qur’an dengan tetap maka makna yang terkadung di dalamnya pun tidak akan sesuai dengan itu khususnya siswa-siswi Madrasah Al

INTRO ~PILIHAN~

Hidup adalah Pilihan. Memilih dan dipilih. Roda kehidupan akan begitu jalannya. Kau mau memilih atau dipilih. Yang ada diantara keduanya adalah resiko. Mau tak mau memang harus dijalani, karena kita sudah memilih atau dipilih. Perkara memilih dan dipilih juga tidak luput dengan faktor-faktor lain. Intern dan ekstern. Belum lagi, apa yang kita pilih kadang belum tentu baik untuk kita. Tapi sudah pastilah yang dipilihkan Sang Pencipta itu terbaik bagi kita. Karena-Nyalah Dzat yang Maha Mengerti apa yang kita butuhkan. Jika hidup adalah tentang pilihan, maka benar jika manusia ini ada di dunia layaknya sang musafir yang dipersimpangan jalan. Kau mau pilih kekanan atau ke kiri. Karena sama sajalah untuk satu tujuan. Setiap jalan itu banyak rintangan yang kita lewati. Pasti. Bukan berarti ketika kau memilih A, pilihan yang B salah. Pilihan B hanyalah jalan lain yang tidak kita pilih yang sebenarnya untuk tujuan yang sama. Bukankah hidup kita tinggal mengikuti skenario Pencipta